Tuesday, November 28, 2017

Naskah Teater- OZONE atau ORKES MADUN IV babak dua Karya ARIFIN C. NOER

Naskah Teater- OZONE atau ORKES MADUN IV babak dua Karya ARIFIN C. NOER

BABAK DUA
(Suatu padang pasir yang sangat amat kering dengan lengkung tajam lereng sebuah bukit karang yang sangat amat tandus. Kelengangan seolah bertambah lantaran cahaya yang sangat terang dan menyilaukan. Di sana-sini kelihatan beberapa batang pohon tua yang hangus di samping puing yang berserak tanda sisa suatu peradaban yang telah punah. Tak ada sama sekali tanda-tanda kehidupan kecuali pada satu dua bongkah tanah keras yang ditumbuhi rumput jarang-jarang kering dan liar.
Itulah yang akan disaksikan penonton ketika babak ini dimulai. Dan biarkan beberapa saat mereka meneliti pemandangan dari suatu alam serta kebudayaan yang telah hancur.
Fade in kedengaran pusingan angin putting beliung. Saat demi saat dengung angin itu bertambah besar serta seram kita dibuatnya. Dan debu kering, pasir kering, kayu-kayu kering serta sampah kering beterbangan begitu muncul angin dahsyat itu berpusing-pusing . Cahaya pun segera menjadi keruh)

Naskah Teater- OZONE atau ORKES MADUN IV babak dua Karya ARIFIN C. NOER


OS NINI
Wiku! Wiku!

(Terdengar lirih seru suara perempuan tua di sela-sela gemuruh desau angin.  Tidak lama kemudian terbang berlawanan arah dua ekor burung Condor dengan suara seraknya. Dari suatu puncak yang tak jelas lantaran deru debu muncul Nini, petapa perempuan tua)

NINI
Wiku! Wiku! Albert! Albert! Amin! Amin! Wiku!

(Ia menuruni lereng sambil terus menyerukan nama suaminya. Tapi tidak ada sahutan sama sekali. Burung pemakan bangkai tadi kini menjauh serta menyayupkan suaranya)

NINI
Wiku! Albert! Amin! Tambayong!

(Dekat puing juga ia tak mendapatkan sahutan. Juga ia tidak menemukan siapa-siapa ketika memeriksa gundukan tanah keras)

NINI
Wiku!

(dan angin pun reda. Desinngnya menyayup ketika Nini berdiri setengah putus asa digundukan tanah bercampur puing yang lain. Ia masih tetap berdiri sambil terus meneliti sekitar lembah sementara cahaya yang panas menyilaukan kembali menggelarkan kekosongan dan uap. Udara masih sedikit keruh)

NINI
Bandel! Bandel!

(katanya setengah menangis sambil duduk. Tubuhnya berselaput debu)

NINI
Lelaki tua yang bandel. Badung! Sudah saya bilang jangan pergi jauh-jauh. Jangan lama-lama. Waktu tak menentu. Semua segala kacau balau sekarang. Kita harus hati-hati. dia belum makan siang lagi. Pasti masuk angin dia.
(menangis ia. Betul-betul menangis)

OS WIKU
Ni! Ni!
(Sayup samar terdengar suara tua memanggil-manggil nama itu. tapi Nini masih menangis karena tak mendengarnya)

OS WIKU
Ni! Ni!
(Berhenti menangis Nini. Ia mulai mendengar panggilan itu. ia berdiri)

NINI
Wiku!

OS WIKU (masih lirih, sayup)
Ni!

(Diamatinya sekitar tapi Nini tetap tak tahu darimana asal suara kekasihnya)

NINI
Kamu di mana sayang?

OS WIKU
Di sini!

NINI
Di sini di mana?

OS WIKU
Coba dengarkan baik-baik.

(Lalu kedengaran bunyi batu yang dipukul-pukulkan pada sesuatu. Nini dengan kekuatan pendengarannya yang masih penuh dalam ketuaannya, Nini tekun meneliti mencari sumber bunyi yang makin jelas itu)

NINI (dengan volume yang tepat dan hati-hati)
Wiku

OS WIKU (Makin Jelas)
Saya di sini, sayang. Di bawah puing.

NINI
Puing yang sebelah mana?

OS WIKU
Tidak jauh dari tempat kita menemukan mayat Goldwater kemarin

NINI (ngeh sekarang)
Oh, Wiku

(Segera Nini mengais-ngais pasir kering dan sampah yang menggunduk tidak jauh dari sisa tembok tua yang hangus)

NINI
Nah, uni upahnya anak nakal. Kamu memang badung, untung saya datang tepat waktu. Kalau tidak, bagaimana coba? Celaka kamu. Kamu tidak akan bisa makan. Mau makan apa?

(Perempuan tua yang hampir seperti batu itu betul-betul luar biasa. Walau tua namun tetap perkasa. Dengan susah payah akhirnya berhasil juga Wiku yang juga purbani itu dikeluarkan dari lubang yang bertimbun puing, sampah dan pasir karang)

WIKU
Segar. Segar.

(Serunya sambil senyum lebar. Kayak bangun tidur saja)

NINI
Segar?

WIKU
Ya, segar sekali

NINI
Mulai pikun kamu?

WIKU
I am not! Tuaku, tuamu, tua kita tua perkasa!

NINI
Kalau tidak pikun ya sakit jiwa

(Wiku menyanyi sambil membersihkan pakaian dan tubuhnya)

NINI
Betul-betul Schizoprenia!

(dengan gerundelan Nini ikut membantu suaminya membersihkan pakaian dan rambutnya. Wiku terus saja menyanyi gembira)

NINI
Penyakit abad 20 jangan di bawa-bawa ke sini. Kacau lagi nanti. Itu kebudayaan jungkir balik! Yang putih dibilang hitam, yang betul dibilang salah.

(Seperti sedang menghirup udara segar pagi hari, Wiku mengembangkan ke dua lengannya lebar-lebar)

NINI
Nah, baret sedikit. Mudah-mudahan tidak infeksi.
(Katanya sambil mengobati luka itu dengan ludahnya)

WIKU
Kamu bilang apa tadi? Saya akan kelaparan kalau saya tidak bisa keluar dari lubang itu?

NINI
Ya. Mau makan tanah?

WIKU
Oho, oho, nee! Di sana saya menemukan sejenis akar yang lembut sekali dan….? Itu yang lebih sensasional. Sejenis cacing yang juga sangat lembut.

NINI
Oh ya?

WIKU
Ya, Sayang.
(Lalu Nini menghamburkan diri ke dalam pelukans suaminya yang siap menerima dengan cintanya yang tanpa batas)

NINI
Alhamdulillah.

WIKU
Dua tanda harapan di tengah kehancuran planet bumi yang malang ini.

NINI
Ini pasti berita yang menggembirakan hati Sandek muda.

WIKU
Seharusnya ini jadi headline besar di semua Koran di dunia.

NINI
Tapi dunia tidak lagi punya Koran.

WIKU
Semua kota hancur. Semua Negara hancur. Dunia sedang dalam kehancurannya. Bumi hangus kering dan melepuh. Semua manusia, semua bangsa punah sudah.
(Nini segera menutup mulut suaminya dengan jemarinya yang berkeriput tapi lentik itu. dan segera suasana tiba-tiba jadi berubah)

NINI
Tidak baik kita katakana lagi semua itu.

(Wiku menganggukan kepala)

NINI
Tidak perlu kita timbuni kesedihan ini dengan kata-kata sedih.

WIKU
Tapi tetap saja saya tidak bisa berhenti menyesal. Saya menyesal. Saya menyesal. Sedikit banyak semua kehancuran ini disebabkan oleh saya.

NINI
Kamu bilang apa dulu? Ketika ada orang-orang yang memaksa kita member formula Jamu Dadar Bayi, ramuan penangkal ajal, dan kemudian saya menangis sedih sekali? Apa yang kamu bilang dulu? Tugas semesat lebih berat dari kita.
(Wiku hanya terpatung oleh penyesalannya)

NINI
Ayolah, jangan beku hanya lantaran kesedihan. Jiwa manusia lebih keras daripada kamu, kamus erring bilang kalau saya sedang murung” Senyum dong. Senyum”.
(Wiku masih terpaku. Tanpa diketahui mereka, di belakang mengintip Wanara yang sangat berhaja setengah telanjang itu)

NINI
Tugas kita masih banyak. Mayat-mayat masih banyak yang mnunggu tangan kita untuk menguburkan mereka.
(Wiku tersadar dan bangun dari kesedihannya)

NINI
Ternyata tidak sedikit mayat-mayat Asia sekalipun sebagian besar, mereka tidak terlibat dalam perang yang fatal itu.

WIKU
Saya jadi ingat mayat kepala suku itu. begitu rupanya, hingga saya kagum akan kegagahannya saya jadi lupa menguburkannya

NINI
Kalau begitu, ayolah kita kembali bekerja

WIKU
Moga-moga arwahnya sudi mmaafkan saya

NINI
Ayolah.
(Begitu mereka bergerak, Wanara lari sembunyi)

WIKU
Kamu ternyata lebih perkasa dari saya.

NINI
Dan kamu ternyata lebih perasa dari saya
(Dan begitu mereka meninggalkan tempay itu, muncul Wanara. Sebentar tengok ke kiri dan kanan lalu berjalan ke tempat orang-orang tua tadi bicara. Hewankah ia? Bukan. Manusiakah ia? Entah. Segera ia sembunyi ketika mendengar suara-suara orang datang)

OS BOROK
Modar!

OS RANGGONG
Tidak ada siapa-siapa?

OS WASKA
Juga tidak ada tanda apa-apa sama sekali.
(Muncul Borok, Ranggong dan Waska. Jelas sekarang betapa mereka keadaannya. Paling tidak sekarang mereka lebih nyata, rambut mereka yang panjang terjuntai dan jambang serta kumis mereka. Menyaksikan puing dan padang serta lereng yang kerontang itu mereka bertiga hanya ternganga saja. beberapa saat sama sekali mereka terbisu. Dan sesekali nongol kepala Wanara dari tempatnya bersembunyi. Ia kuatir sekali akan tertangkap, karenanya ia cari-cari kesempatan untuk sama sekali lari dari sana. Tapi belum ada kesempatan itu)

BOROK
Modar!

RANGGONG
New York hancur seperti juga London dan Paris. Moskow dan new Delhi sama sekali tidak ada bekasnya.

BOROK
Modar! Mayat di mana-mana!

RANGGONG
Kuburan di mana-mana. Tanpa tanda.

BOROK
Jangan-jangan kiamat sudah berlangsung tanpa kita tahu. Entah sedang dimana kedudukan pesawat kita ketika semua kehancuran bumi itu terjadi.

RANGGONG
Apa yang kau pikirkan Waska?

WASKA
Saya sedang memikirkan pikiran sendiri

BOROK
Modar! Tak ada komunikasi. Tak ada gelombang radio. Tak ada sinyal, tak ada riak,. Modar!

RANGGONG
Tapi kita sempat menangkap percakapan yang tidak jelas dalam pesawat sebelum kita mendarat. Kesan saya percakapan itu berasal dari pesawat-pesawat tempu

(Waska jongkok dan menjumput rumput kering)

WASKA
Semua musnah. Bukan saja bumi dan manusia musnah. Bukan saja kebudayaan dan peradaban. Tapi saya takut hidup justru sedang punah.

BOROK
Saya pernah memimpikan meledakkan bumi ini. Tapi kalau ternyata akan seperti ini kehancurannya saya menyesal pernah memimpikan itu.
 RANGGONG
Untuk pertama kali saya tiba-tiba rindu kepada ayah-ibu saya. Kasihan sekali mereka. Saya selalu membuat mereka susah ketika masih bocah.

WASKA
Sekarang yang tinggal hanya hening.
(Sejak beberapa saat tadi langit yang menyilaukan diam-diam berubah warna. Dan kini sekitar seperti sedang dibakar oleh warna kemerahan yang khas senja. Senja? Tak jelas benar)

BOROK
Modar! Persetan dengan semua itu! kita kembali kesini bukan untuk piknik. Kita mencari mati. Apa yang harus kita lakukan sekarang setelah tidak kita temukan petapa tua itu?

RANGGONG
Kita pasti akan menemukan gubugnya, kalau kita sudah sampai di danau cermin itu. tapi danau keheningan itu sudah lenyap entah menjelma apa.

BOROK
Jadi kemana lagi kita akan cari monyet tua itu?

WASKA
Kita tunggu

BOROK
Kita tunggu? Modar!

WASKA
Ranggong bilang, Wiku dan istrinya tinggal tidak jauh dari sebuah danau yang sangat hening.

RANGGONG
Tapi danau itu sudah lenyap.

WASKA
Tapi keheningannya justru masih tinggal dan kini sekitar sini hanyalah keheningan. Siapa tahu di sini dahulu danau itu berada. Jadi siapa tahu juga saat ini mereka ada di sekitar sini.

RANGGONG
Jadi kita tunggu di sini?

WASKA
Selama hidup kita tidak pernah menunggu. Kita selalu mengejar dan merebut. Ada baiknya sekarang kita belajar menunggu.

BOROK
Modar! Hari juga hampir malam.



RANGGONG
Dulu kala saat seperti ini namanya senja. Sekarang kita tidak tahu apakah sekarang senja apakah fajar.

WASKA
Dulu sebelum dulu waktu tidak punya nama. Semua tidak punya nama.
(Kemudian Waska mengambil tempat yang enak untuk dia baring)

WASKA
Kalau lapar, kalian boleh makan dulu.
(Ranggong menyalakan rokok, sementara Borok berjalan ke arah suatu tempat yang agak tinggi. Dan Wanara mencoba nongol tapi betul-betul ia terkepung. Akhirnya dia Cuma lohok-lohok. Dan segera ia sembunyi lagi ketika Borok berpaling)

BOROK
Kalau ternyata dia tidak datang juga?
(Waska sudah terlelap tidur. Mendengkur)

BOROK
Ranggong, bagaimana kalau ternyata dia atau istrinya sama sekali tidak nongol? Kalau sama sekali kita tidak temukan dia?

RANGGONG
Pokoknya kita masih punya harapan.

BOROK
Apa?

RANGGONG
pikiran

BOROK
Modar!

RANGGONG
Sekali-sekali ada baiknya kamu berpikir.

BOROK
Saya tidak pernah mau berpikir.

RANGGONG
Karena itu, berpikirlah sekarang. Pasti pikiranmu cemerlang. Otak yang jarang dipakai siapa tahu dapat menghasilkan pikiran-pikiran brilyan.

BOROK
Modar!
(Langit bertambah terbakar tapi kelam sudah membayang)

RANGGONG
Perasaan, dulu dingin sekali sekitar sini

BOROK
Namanya Himalaya, tentu saja dingin. Dulu lebih daripada dingin. Kita hampir mati beku ketika menemui orang pintar itu.

RANGGONG
Tapi sekarang gerahnya bukan main. Bahkan lebih panas dari padang pasir Afrika.

BOROK
Diam.

RANGGONG
Kenapa?

BOROK
Saya mulai berpikir

RANGGONG
Bagus.

BOROK
Ternyata enak juga berpikir. tahu enak begini dulu saya pakai ini otak. Dan kalau saya sempat pakai otak, pasti kita tidak terperangkap hidup seperti ini.

RANGGONG
Ya, dulu Cuma waska yang berpikir. kita malas berpikir. jadinya Celaka kita. Sok raja dia. Sok dewa dia.

BOROK
Tapi Waska memang hebat.

RANGGONG
Akan lebih hebat kalau kita bertiga sama-sama pakai otak. Dulu ketika dia menolak mati dan memaksa kita mencari obat penangkal mati tidak seorang pun juga diantara kita yang menguji pikiran dan rencananya. Padahal kalau kita pakai otak kita belum tentu kita terima rencananya untuk hidup abadi.

BOROK
Terlalu emosional sih dulu kita.

RANGGONG
Karena itu, mulai sekarang pakailah otakmu, mubajir kalau dibiarkan. Selain itu mulai sekarang kita akan kritis kepada apa saja yang direncanakannya. Biar dia bos, belum tentu otaknya sempurna. Dulu juga kita hormati dia terutama karena fisiknya kuat dan cerdik dalam siasat silat.

BOROK
Diam lagi!


RANGGONG
Kenapa lagi?

BOROK
Pikiran saya mulai menghasilkan. Seru juga. Ini betul-betul hasil produksi perdana yang perlu dirayakan.

RANGGONG
Jangan banyak kecap dulu. Coba jelaskan produknya.

BOROK (Mengeja sepertinya)
Bagaimana sekiranya atau kalau ternyata Wiku dan istrinya sudah lama mati?

RANGGONG
Ini betul-betul pikiran brilyan yang mengerikan. Untuk menjawab pertanyaan itu terpaksa kita harus membangunkan Waska.

BOROK
Lho, kok pakai membangunkan Waska. Pakai otak kamu dulu dong.

RANGGONG
Tidak perlu. Pikiran kamu menakutkan.
(Buru-buru Ranggong membangunkan Waska yang sedang nikmat tidur)

RANGGONG
Waska. Waska.
(Tapi Waska belum mau bangun juga. Ia malah ganti posisi tidur)

RANGGONG
Waska. Waska.

BOROK
Jangan-jangan ia sudah mati. Kalau dia mati duluan saya gecek kepalanya. Tidak solider namanya. Ayo terus bangunkan.

RANGGONG
Waska. Bangun. Waska. Gawat. Gawat.
(Akhirnya Waska bangun juga. Nikmat sekali dia. Segar sekali dia)

WASKA
Nikmat sekali.

BOROK
Pasti habis mimpi. Egois!

WASKA
Saya habis mimpi, indah sekali.

RANGGONG
Mimpi apa, Waska?
WASKA
Mimpi mati.

BOROK
Betulkan? Dia egois. Mimpi mati sendirian.

WASKA
Tidak sendirian. Saya mimpi mati bersama kalian juga.

BOROK
Itu baru namanya sosialisme.

RANGGONG
Ceritakan segera, Waska.  Pasti semuanya indah dan nikmat sekali.

WASKA
Darimana saya sebaiknya mulai?

BOROK
Yang penting, bagian-bagian nikmat dari kematian.

WASKA
Dari awal sampai akhir hanya kenikmatan.

RANGGONG
Kalau begitu ceritakan dari awal sekali. Ceritakan bagaimana mula-mula kamu tahu akan mati.

BOROK
Jangan lupa kamu ceritakan bagaimana rasanya ruh kamu dicabut. Apa seperti gigi dicabut atau dihentak atau pelan!?
(Waska ketawa geli sendiri)

BOROK
Individualis. Ketawa sendiri.

WASKA
Tiba-tiba saya ingat bagian yang lucu.

RANGGONG
Sudahlah. Jangan bikin penasaran. Ceritakan saja segera selengkapnya.

WASKA
Kalau tahu mati itu nikmatnya sama dengan senggama dulu, belum tentu saya menolak ajal. Sialan.

RANGGONG
Komentar sudah terlalu panjang, Waska. Tapi faktanya mana?

WASKA
Saya akan ceritakan. Duduklah dulu kalian.
(Kedua temannya segera duduk dekat Waska, seperti murid sekolah yang akan mendengar gurunya bercerita)

WASKA
Saya terbaring tidur di ranjang berkelambu. Begitu saya merasa. Bayangkan dulu itu.
(Sebentar Waska diam)

WASKA
Sudah?

BOROK
Apanya?

WASKA
Membayangkan tidur dalam kelambu merah jambu.

RANGGONG
Tadi kelambunya kayaknya tidak pakai warna.

WASKA
Ya, bayangkan sekarang kelambunya warna merah.
(dengan mengambil napas panjang, kedua temannya mencoba membayangkan)

BOROK
Warna apa tadi?

RANGGONG
Aduh, bikin rusak konsentrasi saja. merah jambu!

BOROK
Lupa. Merah jambu. Yak! Saya siap sekarang. Merah jambu.

WASKA
Lalu saya mendengar suara seruling.

BOROK
Lagunya apa.

RANGGONG
Sudah. Yang penting seruling.

BOROK
Ok. Seruling.

WASKA
Lalu kelambu yang gemulai itu tersingkap dengan sendirinya. Kayak otomatis gitu. Dan muncul wajah yang selalu saya rindukan, Gayah. Gayahku.

BOROK
Ngawur ah. Biasanya kan yang suka mencabut nyawa malaikat!?

RANGGONG
Yang mimpi siapa sih? Kan Waska!? Diam dong!

BOROK
Tapi mana mungkin kekasih pencabut nyawa. Kepercayaan agama mana itu?

WASKA
Mau aku teruskan nggak?

BOROK
Sorry.

RANGGONG
Maafkan dia, Waska. Otaknya memang suka dol.

WASKA
Dalam pakaian merah jambu, Gayah yang cantik semampai…

BOROK
Susah membayangkan Gayah semampai. Kan dia gembrot.

RANGGONG
Borok. Sekali lagi kau buka mulut. Saya colok mata kamu!

WASKA
Gayah lalu berbaring di samping saya yang siap memluk dia. Segera udara mengandung aroma bunga mawar. Harumnya, dan saya pun segera mabuk oleh bau semerbak bunga itu. saya hisap habis. Saya dekap Gayah. Wajah saya segera bersembunyi di bawah dagunya yang bagai pauh dilayang. Lehernya yang jenjang semakinlama semakin memproduksi wewangian. Saya hisap dalam-dalam.

BOROK
Ini mimpi mati apa mimpi porno?

RANGGONG
Ilustrasi kamu berlebihan dan kurang relevan dengan persoalan pokok kita, Waska. Kok mati rasanya kayak orgasm.

WASKA
Memang. Kerinduan saya akan mati sama dengan kerinduan saya pada Gayah.

BOROK
Intronya panjang amat. Bagian nyawa dicabut masih jauh?

WASKA
Masih. Sebelum nyawa dicabut, saya masih sempat disuguhi wedang bajigur oleh Gayah.

BOROK
Kalau begitu, tidak perlu diteruskan. Jangan-jangan dengan lukisan mimpi kami kita malah tidak jadi ingin mati.

RANGGONG
Sekarang jawab saya pertanyaan ini

BOROK
Pertanyaan ini gawat.

RANGGONG
Bagaimana kalau ternyata Wiku dan istrinya sudah mati?
(Bangkit Waska. Tubuhnya meregang. Matanya melotot, sehingga kedua anak buahnya segera mengerutkan dahi)

RANGGONG
Kepada siapa kita boleh berharap akan mati?

BOROK
Bahkan jika tikus pakai mati, kok kita nggak.

RANGGONG
Semua orang sudah mati

BOROK
Jangan-jangan kita bukan orang. Saya jadi curiga, kita batu ngkali.

RANGGONG
Apa tidak sebaiknya kita terbang lagi menuju matahari?

WASKA (Marah)
Kita akan melakukan apa saja untuk menjadi tiada!

RANGGONG
Kalau perlu kita ikut perang bersama pesawat-pesawat yang gelombang radionya kita tangkap itu. tidak peduli berpihak kepada siap. Pokoknya pesawat kita hancur dan kita bertiga koit. Kita bertiga mati! (berbalik)

BOROK
Susah amat untuk mati. Dulu perasaan gampang. Ternyata tidak. Pasti ada yang sedang memermainkan kita.
(berkata begitu, Borok sambil menangis seperti anak kecil. Tentu saja Waska  jadi marah sekali)

WASKA
Cuah!
(Kaget Wanara yang sembunyi sampai terpental. Ketahuan ia oleh orang-orang itu. dan orang-orang itu juga kemudian kaget sebentar melihat mahluk yang tidak jelas itu)


WASKA
Heh, siapa kamu?

BOROK
Modar!

RANGGONG
Tangkap. Siapa tahu dia tahu di mana orang-orang itu.

WASKA
Heh, kamu siapa?
(Wanara Cuma celingak-celinguk mencari kesempatan lari)

RANGGONG
Mungkin pertanyaanya salah. Heh kamu apa?
(Wanara tetap tidak menjawab)

BOROK
Ini pasti soal bahasa. Cobakan bahasa lain. Jawa, Sunda atau Batak.

WASKA
Panjengan niki sinten?
(Wanara tetap tidak menjawab. Kelihatan makin gelisah)

BOROK (dalam bahasa sunda)

RANGGONG (dalam bahasa Padang)

BOROK (dalam bahasa Batak)

RANGGONG (dalam bahasa Ambon)

WASKA (dalam bahasa Madura)
kemudian mereka bertiga mendiskusikan soal bahasa dan memilih rumpun bahasa mana yang mungkin bisa dicobakan untuk berkomunikasi dengan mahluk setengah telanjang itu. saat itulah yang diambil Wanara untuk melarikan diri meninggalkan pentas. Segera Borok mengumpat sementara Ranggong mengejarnya)

BOROK
Modar! (ikut mengejar)

WASKA
Jangan  biarkan lepas. Siapa tahu dia yang membawa nasib kita.
(sebentar Waska Cuma melihat saja bagaimana kawan-kawannya mngejar mahluk itu)

WASKA
Bukan main licinnya. Seperti kebenaran.
(Lalu Waska meninggalkan pentas, sementara warna merah di langit seperti mata yang sakit dan warna kelam semakin mengepung sekitar. Tidak lama kemudian kedengaran bunyi tembakan yang selanjutnya gemanya dipantulkan kemana-mana. Di tengah gema itu kedengaran beberapa ekor anjing pemburu bersama derap beberapa ekor kuda. Lagi bunyi tembakan)

OS WIKU
Biadab! Biadab!

OS NINI
Wiku! Wiku, sayang.
(Berang sangat Wiku tua itu muncul di sana diikuti Nini yang mengejarnya dari belakang)

WIKU (berteriak ke sekitar)
Hentikan! Biadab! Hentikan pembunuhan itu!

NINI
Jangan terlalu keras berteriak, nanti tenggorokanmu sakit lagi.

WIKU
Naluri membunuh itu yang harus dibunuh. Betul-betul melekat erat kebiadaban sepanjang sejarah kita. Dan di tengah kehancuran seperti ini, di tengah puing kebudayaan serta peradaban ini, di tengah bangkai-mayat manusia yang hangus akibat peperangan yang habis-habisan ini, di tengah kepunahan ini semua., di tengah pencaharian harapan ini, orang-orang biadab masih juga asyik memburu. Dengan segala atribut, pakaian kebesaran dan senapannya mereka berpesta pora meluapkan nafsu kebiadaban dan kebinatangan.
(berteriak lagi)
Mampus kalian oleh senjata kalian sendiri! Biadab!

NINI
Sayang. Kuasai dirimu, sayang. Tugas kita masih banyak sekali yang memerlukan tenaga.

WIKU
Justru karena tugas kita yang sekarang kita harus lebih lantang menyerukan mereka supaya melepaskan naluri kebinatangan mereka.
(Lagi bunyi tembakan dengan gemanya. Walau kali ini agak jauh)

WIKU (semakin histeris)
Berhenti! Berhenti! Binatang semua! Hentikan itu! hentikan kepongahan itu! hentikan kebodohan itu!
(Nini tidak tahu lagi mesti berbuat apa ketika suaminya makin histeris. Baru ketika Wiku menutup kedua telinganya ia mendekapnya erat-erat)

WIKU (sambil menutup telinganya)
Hentikan! Hentikan! Setan! Hentikan!

NINI
Sayang, kasihani jantungmu. Kasihani napasmu.

WIKU
Saya paling benci bunyi itu. saya paling tersiksa oleh bunyi itu.


NINI
Tapi bunyi itu sama sekali tidak ada.

WIKU
Saya mendengarnya.

NINI
Tidak ada. Tidak ada, sayang. Percayalah.

WIKU
Tapi saya selalu mendengar bunyi yang berisi terror dan horror itu.

NINI
Itu semua hayalan kamu. Kasihan betul kamu. Sebenarnya kamu hanya karena merasa ikut bersalah lalu dikejar-kejar oleh bunyi yang tidak ada itu.

OS BOROK
Kalian menembak?
(tentu saja terkejut pasangan petapa tua itu (yang bagaikan zombie-zombi) mendengar suara itu. muncul Borok)

BOROK
Kalian yang menembak tadi?
(belum lagi pertanyaan sempat dijawab, muncul Ranggong yang terengah-engah)

RANGGONG
Merka yang menembak tadi?

BOROK
Mereka tidak mau bilang.

RANGGONG
Coba kita Tanya baik-baik

BOROK
Jangan-jangan masalah bahasa lagi. Modar!
(Sekonyong menyergap bunyi gemuruh pesawat pmbom lama (B29))

BOROK
Modar!

WIKU
Biadab!
(Lalu kini pesawat penyergap jet sejenif F-16. Lalu pesawat-pesawat lain yang lebih canggih)

WIKU
Mereka tidak mau juga menghentikan kebiadaban itu! betul-betul binatang mereka!
(Borok dan Ranggong saling berpandangan)

NINI
Tidak cukup kemampuan kita, sayang. Tidak cukup.

WIKU
Tidak! Kita harus berhasil. Kali ini harus berhasil setelah kegagalan yang memalukan ini.

NINI
Sayang.
(lalu gemuruh pertempuran yang menggunakan senjata-senjata konvensional)

BOROK
Modar! Saya mulai gila barangkali.

RANGGONG
Jangan. Jangan gila. Pakai lagi otakmu. Lumayan.
(Sementara Wiku menutup kedua telinganya lagi dan istrinya mencoba menenangkannya sambil mendekapnya erat-erat. Aneh. Di tengah gemuruh pertempuran itu kadang kedengaran bunyi terompet tanduk)

BOROK
Bisingnya bukan main! Modar!

RANGGONG
Semua zaman berbunyi bersama!
(bunyi gemuruh tadi fade out lalu fade in bunyi pesawat-pesawat dan senjata-senjata yang paling canggih. Semuanya kebisingan sekarang. Semuanya menutup telinga masing-masing. lama mereka menutup telinga sampai setelah bunyi itu hilang. Sama sekali)

WIKU
Saya berusaha melupakannya.

NINI
Lupakan! Lupakan. Buang jauh-jauh kenangan buruk itu.

WIKU
Tidak ada yang bisa dibuang! Semuanya disimpan oleh alam. Semua zaman yang kita alami berserakan sekeliling jagat seperti sampah yang membusuk dari waktu ke waktu.

NINI
Seperti sampah lainnya, kamu bisa jadikan sampah-sampah itu rabuk yang akan menyuburkan hidup.

WIKU
Saya berusaha dan selalu berusaha melupakan semua itu, tapi dosa ini selalu memainkan lagi semuanya. Terkutuk saya!

NINI
Sayang. Jangan mulai begitu lagi. Bukan kamu yang bersalah.

WIKU
Bukan saya, tapi setidaknya saya ikut dalam menciptakan malapetaka itu.

NINI
Sudahlah.
(lalu lewat dua ekor burung Kondor dari arah yang berlawanan dengan suara yang serak. Dan malam betul-betul kelam)

WIKU
Berapa mayat lagi yang belum kita kuburkan?

NINI
Jangan hitung. Yang pasti sebagian besar yang masih sisa orang-orang kulit putih. Juga masih ada sebagian mayat orang-orang Asia yang tidak jelas kebangsaannya.

BOROK
Modar! Mayat. Indah sekali.

RANGGONG
Betapa bahagia mereka.
(Sadar Wiku)

WIKU
He, siapa kalian?

NINI
Ya, siapa kalian?

BOROK
Modar! Kalian sendiri siapa?

RANGGONG
Ya, kalian siapa?

OS WASKA (meludah)
Cuah!

(Nampak kecapekan ketika Waska muncul. Napasnya turun naik)

WASKA
Cuah! Lebih dari belut. Selalu luput. Persis kebenaran. Dan ketika malam turun gelap segera menyembunyikan mahluk aneh yang penuh rahasia itu. cuah!
(Ranggong dan Borok mendengarkan, sementara Wiku mengamati curiga. Adapun Nini kelihatan cemas sekali)

WASKA
Kadang ia lari dengan lincahnya seperti seekor kijang. Dan saya berusaha terus menerus mengejarnya seperti laksamana. Dan sebelum gaib ia seperti menjelma kencana yang bercahaya. Lalu turun malam menutup pandangan. Cuah!


WIKU
Hati-hati Ni, dia lelaki yang kelebihan sperma.
(semua ketawa)

WIKU
Oya. Kalau begitu monyet-monyet ini pasti

BOROK
Borok

WIKU
Dan

RANGGONG
Ranggong

BOROK
Modar!

RANGGONG
Harapan!

BOROK
Terimalah sungkem saya mbah

RANGGONG
Saya juga, eyang.

WIKU
Ya, saya terima. Perhitungan yang lain belakangan. Dengan Waska saya juga ada perhitungan. Tapi sebelum berantem, sebaiknya kita ramah tamah dulu. Bagaimana pun kita masih manusia. Kalian masih manusia, kan?

BOROK
Modar!

RANGGONG
Masih, kek.

WIKU
Syukur kalian masih merasa. Mudah-mudahan bukan ujud kalian saja yang manusia. Jangan-jangn kalian siluman seperti umumnya orang.

RANGGONG
Tampang kami memang tampang petinju, mbah.

BOROK
Tapi jiwa kami ustadz.

RANGGONG
Banyak yang sebaliknya, mbah.
(ketawa mereka)

NINI
Ketawanya jangan kepanjangan, nanti bisa kejang. Kalau rahang yang kejang masih tidak apa, tapi kalau mental yang kejang bisa fatal.
(ketawa lagi mereka)

BOROK (ketawa)
Sampai pengin kencing.
(ngeloyor pergi Borok sementara yang lain-lain semakin ramai ketawa)

WIKU
Kalau Waska selalu kejang, tapi anunya. Makanya hidupnya selalu belepotan! (ketawa)

WASKA
Kalau Wiku semuanya kejang kecuali otaknya. Jadinya kayak robot (ketawa)

WIKU
Kalau Waska ketawa ada maunya (ketawa)

WASKA
Kalau Wiku ketawa sebenarnya sedang sedih. (ketawa)

(Sejak itu semua ketawa tak habis-habis)

RANGGONG
Aduh. Saya juga pengin kencing.
(Ketawa lagi mereka, sementara Ranggong lari. Dan ketawa mereka habis-habisan sampai mereka kehabisan tenaga. Beberapa saat, mereka tak saling bicara. Dan diam-diam, masing-masing mulai menghadirkan dirinya yang asli. Wiku mulai merasakan amarahnya menjalari pembuluh darahnya menghadapi Waska yang baginya salah seorang yang tlah secara langsung menyebabkan kehancuran yang sedang berlangsung. Sebaliknya, Waska beranggapan Wikulah biang sema kehancuran ini karena eksperimen-eksperimennya dalam bidang ilmu murni)

WIKU
Apa yang kita ketawakan baru saja?
(tanyanya dengan suara rendah. Nini mulai cemas)

WASKA
Diri kita sendiri.

WIKU
Ya. Di seberang ketawa panjang tadi adalah kehampaan dan keputus asaan sementara di sebaliknya adalah kebodohan. Manusia-manusia macam apa yang tega ketawa begitu rupa di tengah kehancuran mereka sendiri? manusia-manusia yang sedang putus asa. Manusia-manusia yang bodoh. Hanya ada dua cara yang dimiliki manusia macam ini, yaitu ketawa dan meratap. Pun. Habis. Itu saja. yang lain tidak punya. Tidak ada analisa. Apalagi nuansa. Itulah kamu!

WASKA
Sudah lama saya tidak pernah ketawa lagi.

WIKU
Kasus kamu memang spesifik. Kamu jarang ketawa karena jiwa kamu kejang, kram. Betul mulut kamu tidak ketawa, tapi otak kamu terus terbahak-bahak dan apa hasilnya? Inilah. Inilah.
(katanya sambil menunjuk sekitar yang kerontang hangus itu)

WIKU
Lihat Waska. Saksikan sendiri. amati baik-baik semua ini. Saya yakin kamu sudah mengetahui semua ini.

WASKA
Saya sudah melihat bumi yang bagai kudisan ini di layar monitor pesawat saya, jauh sebelum mendarat.

WIKU
Ya, pasti. Dan kamu masih asyik dengan diri sendiri sekarang. Kamu tidak peduli sama sekali akan akibat yang telah kamu perbuat. Kamu tidak peduli bumi ini keropos. Yang kamu pedulikan hanyalah harga diri kamu sendiri. yang kamu cari hanyalah kepuasan diri kamu sendiri. kamu perlakukan semuanya hanya sebagai barang mainan. Kamu terus menciptakan mainan demi mainan. Dan sekarang setelah mainan kamu yang bernama bumi hancur lalu kamu berkelana mencari mainan baru. Betul-betul idiot kamu!

WASKA
Cuah!

WIKU
Cuah!

NINI
Wiku, sebaiknya kita kembali ke pondok kita untuk makan dulu. Setelah itu boleh kalian lanjutkan diskusi.

WASKA
Cuah!

WIKU
Ludah kamu memang terlalu banyak karena seluruh dirimu berlumur liur. Padahal sebenarnya yang patut kamu ludahi adalah wajah kamu sendiri.

NINI
Wiku.

WASKA
Saya diserang!

WIKU
Begitu selalu kamu. Diserang! Diserang! Hidup bagi kamu hanya perang. Alam dan orang lain kamu anggap musuh. Tentu saja kamu hidup kayak cacing kepanasan.

WASKA
Cuah! Rupanya kamu sedang marah!? Dan bukan hanya marah, tapi hysteria!

WIKU
Bukan marah, Berang!

WASKA
Dan kamu sedang menuduh saya.

WIKU
Bukan menuduh. Menuntut!

WASKA
Bukan menuntut. Melawan!

WIKU
Ya, saya sedang melawan dan menantang kamu, Jenderal! Belum pernah selama hidup saya berpikir tentang membunuh, kecuali saat ini.

WASKA
Selama hidup saya selalu diliputi rasa dendam, tapi belum pernah saya berdendam seperti sekarang ini. Saya sengaja datang untuk membekuk dan mengadili kamu, empu! Kamu tidak akan bisa mengelak dari tanggung jawab kamu atas eksperimen-eksperimen kamu! Jangan pengecut!

WIKU
Kamu yang sebenarnya pengecut! Kamu yang sebetulnya mau cuci tangan melepas tanggung jawab! Kamu kira kamu bisa membersihkan sejarah kamu yang kotor berlumur darah itu? pencuri! Perampok! Pembunuh!

WASKA
Saya memang pembunuh tapi kamu otaknya!

WIKU
Tidak benar itu! fitnah! Otak saya tidak pernah berpikir tentang pembunuhan. Otak saya hanya berbakti pada ilmu karena semata hanya ingin tahu, ingin menyibak tabir rahasia Tuhan. Otak saya selalu saya karyakan untuk kemajuan manusia. Tapi sebaliknya, otak kamu hanya mengabdi kepada dendam dan pengrusakan dibalik dalih keamanan dan kesejahteraan!
(Waska pun meraung. Kilat menyambar! Dan petir!)

WASKA
Gustav!

OS GUSTAV
Saya di sini, Waska. Di bawah jembatan!

WASKA
Debleng!

OS DEBLENG
Di sini, Waska. Di balik tong sampah!

WASKA
Borok!

OS BOROK
Gua dikuburan cina, Waska!

WASKA
Ranggong!

OS RANGGONG
Ranggong di sini, Waska. Di becak nomor tiga belas!

WASKA
Japar!

OS JAPAR
Aku dalam bus kota, Waska!
(Sekali lagi kilat menyambar. Dan petir. Sementara perdebatan itu berlangsung, Nini bekerja dengan skopnya membuat liang lahat. Sesekali menyela diskusi dengan beberapa patah kalimat yang akan ditambahkan kemudian)

WIKU
Tidak mungkin menolong orang dengan mencelakakan orang lain. Tidak mungkin membangun kebudayaan dengan alasan dendam dan kebencian. Logika apa itu? atas nama kemelaratan kamu melakukan perampokan dan mengumumkannya sebagai perang suci!

WASKA
Saya menggerakkan perampokan karena sebelumnya mereka juga melakukan hal yang sama! Saya merampok karena mereka juga perampok!

WIKU
Itulah kebudayaan yang kamu bangun! Merampok!

WASKA
Memang! Hidup memang rampok merampok! Sebelumnya orang tidak menyadari dan sejarah lain selalu dipalsukan. Sebelumnya orang dididik  untuk menerima kemelaratan sebagai sesuatu kewajaran, yang alamiah dan takdir! Tapi setelah skandal itu terbuka, setelah tahu begitu panjang sejarah perampokan dibiarkan dan digelapkan, setelah otak saya bekerja, saya tak membiarkan perampokan itu terus berlangsung.

WIKU
Dan selanjutnya kamu menggantikan mereka melakukan perampokan?

WASKA
Ya! Saya rampok perampok!

WIKU
Dan sejarah menurut kamu seperti itu? merampok dan dirampok?

WASKA
Ya!

WIKU
Dan kamu tidak percaya sejarah semacam itu akan berubah!?

WASKA
Tidak! Perampokan akan terus berlangsung! Atau saya atau mereka!

WIKU
Ada yang akan merubahnya, Nih! (menunjuk kepalanya sendiri) Otak ini akan merubahnya. Ilmu akan merubahnya. Ilmu akan bekerja untuk membebaskan hidup dari siklus gila itu.

WASKA
Utopis! Mimpi!

WIKU
Tepat sekali!. Otak dan ilmu memang selalu wilayah mimpi dan utopia karenanya ia tidak pernah mengalami putus asa!

WASKA
Omong kosong macam apa kamu dengan sombong ingin memberontak kepada kepastian sejarah?

WIKU
O, diam-diam rupanya kamu juga termasuk yang percaya pada nasib atau takdir. Saya juga. Tapi lebih dari percaya, saya bekerja bersama otak dan ilmu untuk menjelajahinya, mengenalinya dan memngaruhinya. Sebaliknya kami fatalis yang sebenarnya cengeng yang tak punya daya. Karena kamu tidak pernah memakai otak. Karena kamu tidak pernah berpikir. karena slama ini kamu hanya robot-robot nasib, dendam dan kebencian.

NINI
Kalau belum juga kalian mau menghentikan pertikaian ini, segera saya akan terpaksa turun ke gelanggang.

WIKU
Kebudayaan seharusnya dibangun di atas keyakinan akan harapan dan cinta. Tidak sebaliknya seperti yang kalian lakukan.

WASKA
Betul-betul kelebihan otak kamu, sehingga otak orang lain begitu lihay kamu otak-atik. Untung otak saya masih tetap ditempatnya sehingga masih mampu memilah gelombang pikiranmu yang selalu semrawut. Kamu ini sebnarnya tukang sulap yang sangat berbahaya. Karena yang kamu sulap adalah hidup! Kamu juga idiot yang tidak diketahui sejarah! Otak kamu juga cacingan! Berbahaya! Otak siapa kamu kira yang meracuni otak banyak orang di dunia? Otak kamu! Pembunuhan demi pembunuhan, peperangan demi peperangan, revolusi demi revolusi terjadi karena banyak otak yang cacingan! Ketularan otak kamu!
Saya adalah tangan. Kamu adalah otak. Kalau memang kita berdua harus menanggung hukuman atas malapetaka ini seharusnya saya mendapatkan yang ringan. Ternyata tidak! Saya harus menanggung dosa lebih berat daripada kamu, sementara kamu tak habis-habisnya membersihkan nama kamu dalam sejarah!

NINI
Ini peringatan terakhir. Kalau dalam lima menit kalian tidak berhenti bicara saya akan menembakkan kata-kata saya. Saya jamin kalian akan segera bertumbangan dalam sekejap.

WASKA
Nah, masih punya kamu kata-kata sisa untuk membuat sulapan lagi? Masih kamu akan berusaha menutupi dosa kamu? Masih kamu mau mengelak tanggung jawab?

WIKU
Saya tidak pernah main sulap! Saya tidak pernah menutupi dosa dan sebaliknya kerja saya justru menyingkap dosa. Dan saya juga tidak pernah mengelak dari tanggung jawab. Tapi kamu juga jangan pernah lari dari tanggung jawab kamu, tuan Presiden!

WASKA
Saya bukan pengecut. Saya akan tetap di tempat saya, sekalipun langit akan menerkam saya. Tapi sebelum itu, jawab, siapa yang bertanggung jawab terhadap nasib saya/ siapa yang bertanggung jawab atas penderitaan saya karena saya tidak pernah mati? Otak siapa yang telah mengotak-atik sehingga punya formula penangkal ajal?

NINI
Formula jamu itu saya punya. Namanya Jamu Dadar Bayi yang manjur untuk memerpanjang umur. Apa kamu masih memerlukan lagi?

BOROK
Modar! Modar!

(muncul Borok dalam keadaan pucat pasi dan sangat kebingungan sambil memegang bagian kemaluannya)

BOROK
Jangan diskusi dulu. Ini mendesak.
(napasnya turun naik. Dan ia tidak bisa lancara bicara karena ada sesuatu yang berat ingin disampaikan)

NINI
Kenapa? Kencing kok sampai satu jam!?

BOROK
Ini lebih gawat dari kiamat. Tapi….

NINI
Tampang rampok kok penakut. Pasti kamu baru lihat bukit yang ternyata tumpukan manusia mati, kan? Tidak usah takut. Besok juga bukit mayat itu akan rata. Kami berdua pasti akan menguburkan semuanya baik-baik. Bagaimana pun mayat-mayat itu masih manusia. Kita tidak boleh menlantarkannya, sekalipun sudah menjadi mayat. Manusia adalah sejarah itu sendiri. dan sedikit banyak kematian mereka, langsung tidak langsung kita semua ikut memertanggung jawabkannya.

BOROK
Itu belum terlalu gawat. Ada mayat kecil yang paling gawat.

NINI
Mayat kecil itu mayat bayi. Itu memang tanggung jawab dan dosa kamu. Karena kamu telah merampok jatah hidup mereka.

WASKA
Cuah! Bicara yang jelas! Borok! Ada apa!?

BOROK
Bukan. Bukan mayat bayi. Maksud saya, diri saya yang kecil.

WASKA
Yang jelas!

WIKU
O, kamu mau bicara soal kosmos besar dan kosmos kecil.

BOROK
Aduh, saya masih pengin kencing.

WASKA
Apa susahnya kencing?

BOROK
Sudah satu jam saya mencoba kencing, tapi tidak bisa. Aduh. Habis tenaga saya. Sakitnya bukan main.

WASKA
Cuah! Apa perlu orang lain membuka celana kamu? Bikin malu!

BOROK
Ya, saya malu. Soalnya kosmos kecil saya hilang. Maksud saya titit saya hilang.
(Semua ternganga)

NINI
Ini pasti karena ada yang salah ketika minum jamu dulu

BOROK
Aduh. Sakitnya bukan main. Ini pasti namanya siksa neraka. Matinya belum tapi siksanya duluan. Aduh….

WASKA
Ranggong mana?

BOROK
Boro-boro saya sempat memperhatikan dia.

WASKA
Soalnya dia juga pergi tidak berapa lama setelah kamu pergi. katanya juga mau kencing.

BOROK
Jangan-jangan hilang juga punya dia.

NINI
Belum tentu. Itu semua tergantung dari banyak faktor.

BOROK
Modar! Aduh!

(Pergi lagi Borok, tapi…)

WASKA
He, mau kemana lagi kamu?

BOROK
Saya akan coba cari lagi. Siapa tahu jatuh di jalan tadi.

(lalu dia pergi lagi)

WASKA
Nah, tanggung jawab siapa titit yang hilang itu? tanggung jawab siapa ajal yang tidak datang-datang?

WIKU
Yang pasti bukan tanggung jawab saya. Jamu itu bukan formula saya.

NINI
Memang bukan formula kamu, Wiku. Tapi saya sampai pada formula itu setelah memelajari beberapa penemuan-penemuan kamu.

WIKU
O ya? Yang mana?

NINI
Yang kemudian kamu serahkan kepada Sandek tua.
(Wiku terpaku)

WASKA
Jadi tanggung jawab siapa?

NINI
Tanggung jawab kamu!
WASKA
Lho? Saya? Kok saya? Ringan betul cara Anda ngomong!?

NINI
Kamu yang bertanggung jawab karena kamu yang menggunakan formula itu. selain itu cara kamu mendapatkan formula itu juga dengan cara yang tidak syah. Kamu mencuri.

WASKA
Mencuri? Tidak mungkin. Ranggong dan Borok mengatakan bahwa kalian memberikannya sendiri formula itu secara sukarela.

NINI
Itu versi kalian dan pengarang sandiwara ini. Tapi menurut versi saya, formula itu kalian curi!

WIKU
Benarkan? Kamu memang pencuri. Saya berani katakana juga yang mencuri catatan harian saya jilid 29, jilid yang justru paling berbahaya kalau dibaca orang yang tidak paham betul akan teori dasar yang saya kembangkan.
Ngaku! Saya bisa pastikan karena kamu meninggalkan banyak ludah di perpustakaan saya. Hampir saya kepeleset oleh ludah kamu. Saya kenal betul jenis serta warna ludah kamu.

WASKA
Boleh jadi iya. Saya sudah lupa apa dulu saya atau orang lain yang mencuri. Tapi yang pasti saya tidak mungkin mencuri kalau kamu tidak punya apa yang saya curi.

WIKU
Omongan apa ini? Jadi, kamu mencuri karena saya punya sesuatu yang akan kamu curi? Jadi, saya yang salah?

WASKA
Saya tidak menyimpulkan. Saya Cuma mengatakan begitu.

NINI
Sejak kalian mulai berdebat saya sudah menduga kalian berdua sebenarnya anak-anak kecil. Semakin kencang berdebat semakin membuktikan bahwa kalian memang anak-anak kecil atau idiot-idiot. Puih, dunia laki-laki memang dunia idiot! Kebudayaan kalian, kebudayaan laki-laki! Sekarang sudah waktunya saya turun ke gelanggang merebut kembali posisi yang telah kalian rampas puluhan abad yang lalu.
(tiba-tiba sebuah pencakar langit yang hilang pucuknya  tumbang begitu saja diikuti oleh pencakar-pencakar langit dan gedung yang lain. Gemuruhnya bukan main. Serupa gempa. Tapi semuanya hanya sekejap. Dan semuanya meninggalkan kepulan debu di mana-mana)

NINI
Lihat! Sebuah kota dengan seperangkat pencakar langitnya rontok dalam sekejap. Itulah perlambang keperkasaan kebudayaan dan peradaban laki-laki. Sombong namun kosong. Perkasa namun cepat binasa.

WASKA
Cuah!

(Wiku cemberut sambil memegang-megang daun telinganya sendiri)

NINI
Perempuan adalah Ibu kebudayaan, sungguh-sungguh Ibu, sungguh-sungguh empu. Perempuan yang melahirkan rumah, peladangan, peternakan, pertanian, perkebunan dan industry. Bahkan perempuan adalah manajer pertama, guru pertama yang memiliki ide konservasi. Perempuan adalh lambing konstruksi, lambing pembangunan. Sementara laki-laki lambing destruksi. Dan last but not least, perempuan yang melahirkan serta melanjutkan hidup. Semua itu dikaryakan perempuan dengan dasar naluri wajar, yaitu cinta dan kasih sayang dan bukan dengan dasar nafsu, yaitu dendam, kebencian dan persaingan seperti pada laki-laki. Jangan sedih Wiku.

WIKU
Saya tidak sedih. Saya terharu.

WASKA
Cuah!

WIKU
Saya terharu karena kamu telah mengungkapkan apa-apa yang sebenarnya sudah lama juga saya pikirkan. Saya jadi semakin menyesal akan kesalahan-kesalahan saya. Terkutuk saya!

NINI
Wiku, sayang.

WIKU
Kenapa Tuhan tidak melahirkan saya sebagai perempuan? Oh, nasi sudah menjadi bubur. Tapi tetap saya menyesal. Dan saya marah pada diri sendiri. terkutuk saya. Picisan saya! Korup saya!
(Wiku terus memukul-mukul kepalanya sendiri. sementara itu Waska mondar-mandir gelisah)

NINI
Betulkan? Ini buktinya bahwa laki-laki anak kecil. Sepanjang hidupnya ia memerlukan seorang Ibu, seorang perempuan.

WIKU
Ondel-ondel berotak saya!

NINI
Sayang, kenapa? Ada apa?
(seperti kepada anak kecil)

WIKU
Saya menyesal. Menyesal.

NINI
Bagus. Itu permulaan dari tahu diri. Artinya sejak sekarang kamu akan lebih berhadil membina kebudayaan baru.

WIKU
Tapi sesal ini tak habis-habis.

NINI
Itu buruk. Sesal tak habis-habis ama dengan makan tak habis-habis. Itu rakus. Dan rakus itu berbahaya.

WIKU
Tolong Ni, peluk saya.

NINI
Sayang….
(Nini dengan sayang memeluknya dan Wiku segera merasa tentram)

NINI
Nah, siapa sekarang yang berani mengatakan bahwa laki-laki lebih kuat?

WASKA
Cuah!

NINI
Jangan salah paham. Saya sama sekali tidak sedang bicara soal hak karena saya tidak suka politik. Saya sedang membuktikan harmoni karena saya berbakti pada hidup dan peradaban.

WASKA
Ngomong memang gampang! Tapi siapa akan memeluk saya? Coba piker, siapa?
(meregang peluk, Wiku dan Nini mulai berpikir)
Saya bahkan tak pernah mengizinkan diri saya menangis karena saya sadar, tangis saya tak akan dipahami siapa-siapa. Tak pernah ada yang memeluk saya.

NINI
Saya dengar.

WIKU
Ya, mana itu pasangan kumpul kebo kamu? Gayah, mana?
(Waska sedih amat dalam sekali)

WIKU
Jadi….

NINI
Gayah sudah mendahului kamu?
(Waska dengan sedih menganggukan kepala)

NINI
Bersyukurlah.

WASKA
Tapi saya bagaimana?

NINI
Bagaimana bagaimana?

WASKA
Ending lakon saya. Nasib saya. Saya sebetulnya tidak peduli apa saja. tidak peduli. Perdebatan tadi juga tidak ada artinya buat saya. Perdebatan kosong.

NINI
Bukan saja kosong. Kuno! Ketinggalan zaman!

WIKU
Tapi rasa dosa ini tak pernah bisa lepas.

NINI
Karena dosa kalian menyangkut zaman.

WASKA
Satu-satunya yang saya perlukan hanyalah mati.
(Wiku memandang Nini. Begitu sebaliknya)

WASKA
Mencoba bunuh diri sudah. Mencoba membunuh sudah. Tapi kami bertiga tidak juga mati. Kemudian kami arungi galaxy, kami kaparkan diri kami di bulan. Tidak juga kami mati. Karena itu saya bawa lagi Borok dan Ranggong kembali ke sini untuk menemui kalian dengan harapan mendapatkan formula lain yang mampu menangkal formula yang baru.

WIKU
Betul-betul egois, individualis, materialis paling sempurna kamu. Selalu yang kamu sibukkan hanya keperluan dan kepentingan diri kamu sendiri saja. betul kata saya kan, Nini?

NINI
Betul. Tapi kalian berdua sama dan sebagun.
(muncul Borok dalam wajah yang amat sangat sengasara)

BOROK
Tidak ada.
(Semua melongok. kasihan)

BOROK
Senti demi senti yang saya susuri saya teliti, helai demi helai rumput hangus itu saya sibaki, buti demi butir kerikil saya baliki, tapi titit itu tetap tidak saya temukan.

NINI
Selalu persoalan titit yang paling merepotkan sepanjang sejarah. Institusi-institusi social didirikan, dari yang paling kecil sampai besar, semuanya gara-gara persoalan titit. Diciptakan begitu banyak kaidah, norma, hokum dan undang-undang serta peraturan, konvensi-konvensi juga menertibkan persoalan titit. Bahkan deregulasi dan prestroika saya sangsi dapat menyelesaikan persoalan ini.

WASKA
Repot amat. Apa tidak mungkin kamu ganti saja barang yang selalu merepotkan itu?

BOROK
Saya juga berpikir begitu. karena itu saya coba menelanjangi satu mayat. Saya piker okelah pakai yang tweede-hands dan oklah juga mayat itu lain kebangsaan dengan saya; lagi saya kira persoalan titit kan tidak mengenal kebangsaan, universal!

WASKA
Ya, lalu? Ceritanya jangan panjang. Porno.

BOROK
Setelah saya teliti eh, ternyata mayat itu juga rupanya kehilangan barang yang sama. Lalu saya baliki mayat yang lain. Eh sama juga. Akhirnya saya telanjangi semua mayat dan ternyata semua mayat juga tidak lengkap.
(dengan air muka yang mengibakan, Borok memandang kepada bossnya)

WASKA
Kenapa kamu memandang saya begitu rupa? Kamu kira saya rela minjamin barang saya?

BOROK
Tidak. Saya hanya mau Tanya. Bagaimana perkembangan kita? Kapan kita mati?

WASKA
Baru saja saya sampaikan persoalan kita pada pasangan tukang sihir ini.

BOROK
Tolong mbah. Hukan-hidup sudah kami jalani. Sekarang berikanlah formula keajaiban yang lain.
(Wiku dan Nini menjauhi mereka, membelakangi mereka)

WASKA
Cuah!

BOROK
Tolong, mbah. Hidup kepanjangan tanpa  titit pasti sudah siksaan yang paling siksaan. Tolong.

WASKA (marah)
Cuah!
(dengan geram, Waska menjambak punggung baju Wiku)

WASKA
Kalian memang ningrat-ningrat yang sok!
(dilemparkannya lelaki tua itu yang tentu saja menyebabkan Nini segera menolongnya. Menjerit tentu Nini)

NINI
Dasar perampok! Hidup kalian rampok. Sekarang kalia juga akan merampok mati. Kalian betul-betul tidak menyadari apa yang sebenarnya kalian perbuat. Kalian ini merampok Tuhan!

(rasa terpukul Waska. Juga Borok)

WIKU
Sudah, Ni. Sudah. Saya tidak apa-apa kok. Sudahlah. Jangan tambah lagi siksaan mereka. (pause) Biar saya saja yang akan mengatakan semuanya.
(lalu dengan tenang Wiku mendekati Waska yang napasnya turun naik, Borok jongkok)

WIKU
Kamu tidak sendirian

WASKA
Memang bukan saya saja. juga Ranggong dan Borok. Bertiga.

WIKU
Bukan bertiga. Berlima.

WASKA
Berlima?

WIKU
Saya dan Nini juga punya derita yang sama.
(ternganga Waska, Borok juga. Nini kelihatan tetap tegar)

WIKU
Jauh sebelum kalian minum jamu itu, lebih dulu Nini sendiri menenggaknya sebagai percobaan pertama atas manusia. Saya juga kemudian menenggaknya, karena saya tak hendak berpisah dari Nini. Mungkin ada perhitungan yang keliru. Atau mungkin juga memang tidak  akan terhitung. Maka jadilah kami seperti yang kalian alami sekarang.

WASKA
Lalu apa artinya ini?
(cemasnya bukan main Waska)

BOROK (lemes)
Modar!

WIKU
Kita hidup dan hidup

WASKA
Sampai kapan?

WIKU
Sampai mati.

BOROK
Indah sekali.
WASKA
Kapan itu?

WIKU
Tetap seperti dulu. Kita tidak tahu.

BOROK
Oh, Ranggong….
(nelangsa benar dia. Sebaliknya Waska masih tetap buas)

WASKA
Kita harus cari sendiri. kita harus terus berupaya sendiri. mana Ranggong?

BOROK
Entah. Dia bilang akan cari kemungkinan-kemungkinan lain. Juga dia bilang akan berusaha menghubungi pesawat-pesawat antariksa yang masih terus meramaikan antariksa dengan pertempuran. Dia ingin perang saja, katanya. Bertempur saja.

WIKU
Kasihan. Dia tidak akan menemukan dan mengenal siapapun. Kalau pun masih ada sisa pertempuran di beberapa tempat, bukanlah pertempuran antar manusia. Yang masih bertempur sekarang adalah terminator-terminator dan robot-robot, replica-replika kita. Semua manusia sudah punah. Kecuali beberapa puak yang selamat.

WASKA
Jadi apapun yang terjadi kita tetap akan hidup?

WIKU
Begitulah kenyataannya.

WASKA
Celaka!

NINI
Itu juga kamu sendiri yang mau. Dan kamu harus tahu, seberapa panjang usia kamu berarti sepanjang itulah kesempatan dan anugerah kamu dapatkan. Boleh jadi dosamu terlalu panjang. Karena itu kamu ahrus mengimbanginya dengan kebajikan yang sama panjangnya. Supaya kamu kembali bersih seperti dulu ketika bayi. Supaya neraca kamu sehat! Tuhan mencintai kamu dan kamu bilang celaka.

WASKA
Saya bosan. Saya bosan.

NINI
Hidup artinya berbudaya. Melakukan sesuatu. Menciptakan sesuatu. Orang-orang yang hidup adalah orang-orang yang mau tidak mau memikul tugas budaya.

WIKU
Ya, Waska. Pada mulanya saya dan Nini juga seperti kamu. Mual. Bosan. Jemu. Ngambang. Rasa tak berguna. Sia-sia. Rasa dimain-mainkan. Ya, seperti perasaan pensiunan. Psikologi MPP, gitu! Pernah seminggu saya menggantung diri di pohon. Kaki di atas kepala di bawah. Alam-alam saya malu kepada seekor nyamuk yang menggigit hidung saya. Karena nyamuk itu bekerja. Berbuat sesuatu.

NINI
Kalau kalian mau mencari pekerjaan, di sekitar kamu banyak. Kumpulkan mayat-mayat itu. catat dan klasifikasikan. Lalu kubur baik-baik. Itu juga tugas budaya.

WIKU
Dan adalagi tugas saat ini yang sangat mendesak, yaitu membersihkan semesta. Mungkin kalian sendiri pernah menyaksikan betapa kotor angkasa dan samudera kita.

NINI
Lubang-lubang ozone di mana-mana, itulah sampah sejarah kalian. Dosa-dosa kalian. Dan itulah tugas kalian.

WIKU
Sebagian kecil sudah saya lakukan. Dan rupa-rupanya sudah ada hasilnya. Kalian saksikan sesuatu di bulan pasti.

WASKA
Ya. Saya kira telah terjadi suatu perubahan besar di sana.

WIKU
Ada yang bergeser dalam lapisan gas. Transformasi sedang berlangsung. Kalau kalian mendarat di sana dan kalian bisa bernapas, artinya itu tanda-tanda harapan.

NINI
Tapi kamu jangan mengharapkan apa-apa. Apa yang akan kamu lakukan dalam pekerjaan besar ini hanyalah untuk berbakti kepada hidup.

WIKU
Ya. Saya lupa mengabarkan, cicit atau canggahmu Sandek muda bersama istrinya Oni, termasuk yang survive. Mereka sedang sibuk dalam laboratoriumnya. Mereka sedang giat melakukan eksperimen dalam bidang rekayasa genetic. Mereka penyair-penyair yang berusaha keras ingin memulai sesuatu kebudayaan yang barus sama sekali.

NINI
Dan mereka tidak akan berhasil kalau kita tidak membantunya, dengan menjaring sebisa kita kegarangan sinar ultra violt matahari. Sinar hidup itu sendiri.

WASKA (meluap-luap)
Saya ingin ketemu Sandek. Saya tak peduli Sandek yang mana. Yang anak, cucu, yang cicit atau yang canggah.

WIKU
Tidak mungkin Waska.

WASKA
Harus mungkin.

WIKU
Tidak mungkin. Kita dalah orang-orang kotor. Di sekujur tubuh kita dan di dalam diri kita melekat masa silam yang berupa unsure radio aktif.
(Waska mulai terpukul)

(Selain itu, mereka juga tidak akan mengenali kita. Bagi mereka kita semua sudah mati bersama seajrah kegagalan-kegagalan kita. Bagi mereka kita sudah menjadi humus dalam tanah pada lahan pertanian yang sedang mereka kembangkan)

OS RANGGONG
Saya telah menyaksikan surga.
(semua berpaling dan mendapatkan Ranggong yang bersikap seperti seseorang yang terkena arus hipnotisme)

BOROK
Ranggong.

RANGGONG
Saya telah menyaksikan keajaiban surga.

BOROK
Kasihan dia. Jangan-jangan dia mulai gila.

WIKU
Dia normal, dia hanya terkesima oleh pesona-pesona yang baru ia saksikan.

NINI
Saya tahu apa yang telah dilihatnya.
(tiba-tiba mereka semua oleng. Bumi goncang sekilas. Ranggong tidak)

BOROK
Modar! Gempa! Gempa!

WIKU
Jangan takut.

NINI
Goncangan ini rutin. Rupanya tanpa kita tahu di bawah kita sedang bergolak magma yang masih menyala, yang boleh jadi akan melakukan sesuatu.

WIKU (tersenyum)
Dalam usianya yang sudah tua rupanya bumi masih dapat bunting juga.

NINI
Ya, mudah-mudahan saja akan lahir di sini dan sekitar sinisebuah gunung berapi.

RANGGONG
Saya telah melihat keindahan surga.

BOROK
Di mana Ranggong?

RANGGONG
Saya tidak ingat di mana. Tapi betul-betul saya cium harumnya.

BOROK
Ceritakanlah selengkapnya, Ranggong. Tapi kalau kamu juga sempat menyaksikan neraka simpan saja sebagai kenangan kamu sendiri. di sekitar sini sudah terlalu banyak neraka.

RANGGONG
Kalau saja siang hari, pastilah saya bisa melihat secara lebih rinci pemandangan perkebunan dengan rumah-rumahnya yang indah itu. rumah-rumahnya kecil, mungil. Dalam bentuk yang keindahannya sebanding dengan fungsi-fungsi. Suatu inovasi. Setaraf dengan penemuan kendi pada zaman dahulu kala.

BOROK
Laporkan saja apa adanya, tapi jangan dicampur dengan komentar dan interpretasi kamu.

RANGGONG
Kalau begitu, Cuma satu kata; indah!
(kali ini goncangan hebat sekali dan cukup lama. Gempa bumi! Dan saat itu malam sudah pekat sekali. Malah mendekati fajar. Sementara mereka kepanikan dan gemuruh gempa menyeramkan Wanara muncul. Dia lincah sekali dari satu reengkahan ke rengkahan lain. Lompatannya juga indah sekali. Dan bencana itu ia hadapi dengan kegembiraan!
Lampu Black out sejenak)

OS BOROK
Modar! Kita tertimbun!

OS NINI
Tenang. Seorang ibu pasti akan mengatasi semuanya.

OS WIKU
Siang tadi juga saya tertimbun

OS WASKA
Tapi saya tidak tahan terus menerus dalam gelap.

OS NINI
Sombong. Katanya cari mati.

OS RANGGONG
Saya telah menyaksikan surga

OS BOROK
Lubang ini dalam sekali.
(fajar. Dan semakin merekah fajar semakin jelas di atas bukit berdiri Sandek dan Oni seolah mereka dilahirkan oleh fajar itu sendiri. mereka dalam siluet)

ONI
Sandek

SANDEK
Oni

ONI
Indah sekali gunung itu

SANDEK
Ya. Tidak terlalu tinggi. Juga tidak terlalu gemuk.

ONI
Dan bara dipuncaknya sepertinya tidak panas

SANDEK
Kalau begitu tanah ini tepat sekali sebagai pilihan lokasi yang baru untuk zone pertanian.

ONI
Saya tidak begitu yakin tanah di bagian sini cukup baik. Mungkin di sini lebih baik kita jadikan lokasi gudang dan laboratorium pengganti. Atau kita coba naik sedikit mendekati bukit sana.

(dalam siluet lalu Sandek dan Oni berjalan meniti bagian yang lebih tinggi. Dan begitu mereka keluar panggung, muncul di belakang adalah Wanara yang rupanya sejak tadi bersembunyi di belakang mereka. Juga dalam siluet. Ia berdiri saja sambil mengamati sekita. Indah sekali.

Bersama nyanyian Awan Akan jadi Kawan’ matahari semakin memerlihatkan dirinya yang makin besar dan besar seperti hendak menelan semua penonton. Dan semakin menyilaukan. Sangat menyilaukan.

Tapi Wanara tetap saja berdiri di bukit itu. dengan anggunnya. Biarkan beberapa saat penonton menyaksikan pemandangan yang penuh cahaya itu. lalu cahaya menyusut perlahan. Lalu kembali memerah pada langit, sehingga siluet Wanara semakin indah. Kemudian gelap sama sekali dan layar besar menutup perlahan)

selesai

Jakarta 19 Agustus 1989
Tapi dapat dikatakan juga Jakarta, 17 Agustus 1989
Arifin C. Noer
Untuk
Vita, Veda, Nita, Marah dan generasinya
Merdeka!

ORKES MADUN bagian I (Madekur dan Tarkeni) dipentaskan di teater tertutup TIM pada tahun 1971; lakon yang antara lain melukiskan percintaan dan perjuangan seorang pencopet dengan istrinya seorang pelacur ini penuh dengan nyanyian-nyanyian. Lalu pada tahun 1976 di teater Arena dipentaskan Orkes Madun bagian IIa (umang-umang) yang antara lain melukiskan impian kolosal sang penjahat yang bernama Waska (Amak Baldjun) mengadakan perampokan semesta.

ORKES MADUN IIb atawa Sandek pemuda pekerja ini akan dibuka dengan prolog kelahiran Sandek sekaligus juga merupakan epilog bagian IIa yang melukiskan keberangkatan Waska sang penjahat dalam rangka pengembaraannya diangkasa luar. Bagian ini akan ditutup dengan adegan hilangnya tokoh Sandek.
Naskah Teater- OZONE atau ORKES MADUN IV babak dua Karya ARIFIN C. NOER
4/ 5
Oleh
Add Comments


EmoticonEmoticon